Senin, 30 November 2020

Mubtada dan Khabar

 

Halo, kembali lagi.

Sebelumnya kita sudah membahas tentang dua dari tujuh isim yang dibaca rafa’, yaitu fail dan naib fail. Sudah paham kan? Kalau belum, kamu bisa pelajari kembali di sini.

Selain fail dan naib fail, isim yang dibaca rafa’ berikutnya adalah mubtada’ dan khabar. Apa itu mubtada dan khabar? Bagaimana cara membuat kalimat dengan mubtada dan khabar? Apa saja pembagiannya? Yuk kita lanjutkan membaca...

Mubtada

المبتدأ هو الاسم المرفوع العارى عن العوامل اللفظية

Mubtada adalah isim marfu’ yang kosong dari amil-amil lafzhiy (kecuali dari amil lafzhiy yang berupa tambahan).

Dalam bahasa Indonesia dikenal struktur kalimat SPOK. Jika dibandingkan dengan bahasa Arab, maka mubtada disamakan dengan subjek, sedangkan khabar adalah prediket.

Apa itu amil lafzhiy?

Amil lafzhiy adalah amil yang bisa dilihat dan dibaca, seperti amil كان dan saudaranya, إنّ dan saudaranya, ظَنَّ dan saudaranya, kalimah-kalimah fi’il, huruf jar, dan lain sebagainya.

Contohnya : إِنَّ الطَّالِبَ مَاهِرٌ

Lafazh إِنَّ merupakan salah satu amil lafzhiy, karena tertulis dan bisa dibaca. إنَّ dan saudaranya beramal dengan menashabkan isim, dan merafa’kan khabarnya. Isim dari إِنَّ pada kalimat di atas adalah الطَّالِبَ, sedangkan khabarnya adalah مَاهِرٌ.

Contoh lainnya : كَانَ اللَّهَ عَلِيْمًا

Lafadz كَانَ merupakan amil lafzhiy yang memasuki kata “الله”. Kata الله dibaca marfu’ (rafa’) karena merupakan isim كَانَ, sedangkan kata عَلِيْمًا adalah khabar dari كَانَ, karena itulah dibaca manshub (nashab). Karena fungsi كَانَ dan saudaranya adalah merafa’kan isim, dan menashabkan khabarnya.

Dari definisi mubtada di atas, dapat disimpulkan bahwa :

1.       Mubtada merupakan isim, tidak ada mubtada yang berupa kalimah fi’il, apalagi huruf.

2.       Mubtada dibaca marfu’ (dirafa’kan), jadi tidak ada mubtada yang dibaca nashab, jar apalagi jazm (jazm merupakan i’rab yang khusus untuk fi’il). Jika ditemukan mubtada yang dibaca jar, maka disebut dengan “mahal rafa’”, atau terjadi pada tempat rafa’.

Contoh : بِحَسْبِكَ دِرْهَمٌ

Lafazh حَسْبِكَ berada pada struktur kalimat sebagai mubtada. Dibaca majrur karena didahului oleh huruf jar. Huruf jar disini hanyalah sebagai amil lafzhiy zaidah.

3.       Mubtada merupakan isim yang dibaca rafa’, yang tidak terletak setelah amil lafzhiy, kecuali amil lafzhiy zaidah, seperti huruf فـ, و, dan lain-lain.

Pembagian Mubtada

Mubtada terbagi menjadi dua, yaitu :

1.       Mubtada zhahir (berupa isim shorih atau muawwal, bukan berupa isim dhomir).

Contoh :

 الطَالِبٌ مَاهِرٌ  (siswa itu pintar)

أنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَكُمْ (Puasa kalian itu baik untuk kalian), maknanya sama dengan صِيَامُكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ

Isim muawwal/masdar muawwal adalah fi’il mudhari’ yang diawali oleh huruf mashdariyah berupa أَنْ, yang kemudian ditakwil menjadi isim dalam bentuk mashdar. Kalimat أَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَكُمْ merupakan susunan dari mubtada dan khabar, أَنْ تَصُوْمُوْا adalah mubtada, dan خَيْرٌ adalah khabar. Kalimat أَنْ تَصُوْمُوْا didahului oleh huruf أَنْ mashdariyah, jika ditakwilkan menjadi mashdar, menjadi صِيَامُكُمْ.

2.       Mubtada dhomir (berupa isim dhomir), contohnya :
أَنَا طَالِبٌ

نَحْنُ طُلَّابٌ

أَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

هُمْ مُسْلِمُوْنَ

هُنَّ مُسْلِمَاتٌ

 

Khabar

الخبر هو الاسم المرفوع المسند إلى المبتدأ.

Khabar adalah isim marfu’ yang disandarkan kepada mubtada.

Dengan kata yang lebih sederhana, khabar diartikan sebagai bagian untuk menyempurnakan mubtada. Setiap mubtada membutuhkan khabar. Contoh : الطَّالِبُ قَائِمٌ

Kata “الطالب” adalah mubtada, sedangkan "قَائم" adalah khabar. Kata yang pertama tidak akan sempurna tanpa adanya kata yang kedua.

Pembagian khabar

1.       Khabar mufrad, yaitu khabar yang bukan berupa jumlah ataupun syibh jumlah. Khabar mufrad dapat berupa isim mufrad, tasniyah atau jamak.

Contoh : الطالب قائم، الطَّالِبَان قَائِمَانِ، الطلاب قائمون.

2.       Khabar ghairu mufrad, ada empat macam.

a.       Berupa fi’il beserta failnya (jumlah fi’liyah)

Contoh : زَيْدٌ قَامَ أَبُوْهُ (Bapaknya Zaid telah berdiri).

Zaidun” adalah mubtada, sedangkan jumlah dari fi’il dan fa’il (“Qooma” adalah fiil, “Abuuhu” adalah fail) adalah khabarnya. Dengan demikian, khabar dari kalimat ini berupa jumlah fi’liyah.

b.      Mubtada beserta khabarnya (jumlah ismiyah)

Contoh : زَيْدٌ أَخُوْهُ مَاهِرٌ (Saudaranya Zaid pintar)

Zaidun” adalah mubtada, sedangkan jumlah dari mubtada+khabar (“Akhuhu” adalah mubtada, “maahirun” adalah khabar) adalah khabar dari “Zaid”.

c.       Berupa jar majrur.

Contoh : عَائِشَةُ فِي البَيْتِ

Aisyah” adalah mubtada, sedangkan “fil baiti” adalah khabarnya.

d.      Berupa zharaf.

Contoh : عَائِشَةُ عِنْدَكَ (Aisyah disampingmu).

Aisyah” adalah mubtada, sedangkan “Indaka” adalah khabarnya.

 

Catatan :

Khabar yang berupa jumlah ismiyah dan jumlah fi’liyah disebut khabar jumlah. Sedangkan khabar yang berupa jar majrur dan zharaf disebut syibh jumlah.


Semoga Bermanfaat

Marhamah Ulfa

Bengkalis, 1 Desember 2020

Sabtu, 21 November 2020

Fa'il dan Naib Fail

 

مرفوعات الأسماء


Isim-isim yang dirafa’kan

Sebelumnya kita sudah membahas tentang pembagian i’rab. Sedikit mengulang, i’rab terbagi menjadi 4 yaitu rafa’, nashab, khafad dan jazm. Rafa’ dan nashab merupakan i’rab yang terdapat pada isim dan fi’il. Sedangkan khafad hanya terdapat pada isim, dan jazm hanya terdapat pada fi’il.

Rafa’ terdapat pada fi’il mudhari’ selama fi’il tersebut tidak dimasuki oleh amil nashab dan amil jazm.

Sedangkan kalimah isim yang dibaca rafa’ ada tujuh, yaitu:

1.      Fa’il. Contohnya : غَضَبَ زَيْدٌ

2.      Naib fa’il. Contohnya : ضُرِبَ زَيْدٌ

3.      Mubtada.  Contohnya : زَيْدٌ قَائِمٌ (kalimah “zaid” adalah mubtada)

4.      Khabar, contohnya : زَيْدٌ قَائِمٌ  (kalimah قَائِمٌ adalah khabarnya)

5.      Isim كان dan saudara-saudaranya. Contohnya : كَانَ اللهُ رَحِيْمًا

6.      Khabar إنّ dan saudara-saudaranya. Contohnya : إِنَّ اللهَ غَفُوْرٌ

7.      Isim yang mengikut pada isim marfu’ (isim yang dirafa’kan).

a.       Na’at (sifat). Contoh : جَاءَ الطَالِبُ المَاهِرُ

b.      Athof (penghubung). Contoh : جَاءَ الأُسْتَاذُ وَالطَالِبُ

c.       Taukid (penguat/penegasan). Contoh : جَاءَ الطَّالِبُ نَفْسُهُ

d.      Badal (pengganti). Contoh : جَاءَ الطَّالِبُ أَخُوْكَ

Kali ini kita fokus membahas tentang fa’il dan naib fa’il.

Fa’il

Fa’il dan naib fa’il merupakan dua kalimah isim yang dibaca rafa’. Fa’il merupakan isim yang dibaca rafa’, yang fi’ilnya disebutkan terlebih dahulu. Fi’il dan fa’il harus muthabaqah (sesuai) dari segi jenisnya. Jika failnya mudzakkar, maka fi’ilnya juga harus mudzakkar. Begitu pula jika failnya muannats, maka fi’ilnya juga harus muannats.

Contohnya : قَامَ الطَّالِبُ (seorang siswa telah berdiri)

قَامَ  : berdiri

الطَّالِبُ  : siswa

Nah, pada kalimat ini, kata الطَّالِبُ merupakan fa’il, karena merupakan pelaku dari pekerjaan “berdiri” dan dibaca rafa’. Tanda rafa’ nya adalah dhammah, karena isim mufrad. Seperti yang sudah pernah dibahas sebelumnya, bahwa dhammah merupakan tanda rafa’ untuk isim mufrad baik itu mudzakkar ataupun muannats.

Sudah paham? Baik, kita buat satu contoh lagi.

تَكْتُبُ فَاطِمَةُ الرِّسَالَةَ (Fatimah menulis surat).

Kata “تَكْتُبُ” adalah fi’il (pekerjaan). Siapa yang menulis? Ya, yang menulis adalah “Fatimah”, maka Fatimah adalah fa’il (pelaku). Sedangkan “الرِّسَالَةُ” adalah maf’ul bih (objek). Mengapa kata فَاطِمَةُ” berharkat dhammah? Karena merupakan isim mufrad.

Sampai disini bisa dipahami kan?

Ada dua pembagian fa’il, yaitu zhohir dan mudhmar. Dua contoh di atas adalah fail yang bentuknya zhohir (jelas), karena penulisannya jelas terlihat. Sedangkan fa’il yang mudhmar adalah fa’il yang berupa dhomir, yang terdapat pada contoh : ضَرَبْتُ، ضَرَبْنَا dan seterusnya, dimana fa’il nya berupa dhomir dan tidak dituliskan secara zhohir.

Naib Fa’il

Naib fa’il adalah isim yang dibaca rafa’, tanpa disebutkan fa’ilnya terlebih dahulu. Sebagaimana fa’il yang harus muthabaqah dengan fi’ilnya, naib fa’il pun harus muthabaqah.

·         Jika fi’ilnya adalah fi’il madhi, maka huruf awalnya didhommahkan, dan huruf sebelum akhirnya dikasrohkan. Contoh : كُتِبَتْ الرِّسَالَةُ (sebuah surat telah ditulis).

·         Jika fi’ilnya adalah fi’il mudhari’, maka huruf mudhara'ah didhommahkan, dan huruf sebelum akhirnya difathahkan. Contoh : يُفْتَحُ البَابُ (pintu sedang dibuka).

Kata “الرسالة” dan الباب” adalah naib fa’il. Fi’il dari keduanya muthabaqah dengan jenisnya (mudzakkar dan muannats). Pada dua kalimat di atas, tidak diketahui siapa fa’ilnya, oleh karena itu digunakanlah naib fa’il (yang pada awalnya adalah maf’ul) dan dibaca dengan rafa’.

 

Semoga Bermanfaat.

Marhamah Ulfa

Bengkalis, 22 November 2020

Senin, 16 November 2020

I'rab

 

الإعراب

(I’rab)

الإِعْرَابُ هُوَ تَغْيِيْرُ أَوَاخِرِ الكَلِمِ لاِخْتِلَافِ العَوَامِلِ الدَّاخِلَةِ عَلَيْهَا لَفْظًا أَوْ تَقْدِيْرًا

“I’rab adalah perubahan di akhir kalimat karena disebabkan perbedaan ‘amil yang masuk, perubahan secara lafzhiy atau taqdiriy.”

Pengertian i’rab di atas dikutip dari salah satu kitab Nahwu fenomenal yang sudah tidak asing lagi bagi para santri, terutama santri pesantren salafiyah atau tradisional, yaitu kitab Matn Al Ajrumiyyah, karangan Ibnu Ajjurum. Jika tashrif adalah perubahan yang terletak di pertengahan kalimat, maka i’rab membahas tentang perubahan yang terjadi di akhir kalimat. Contohnya : perubahan bacaan dari الكِتَابُ (al kitaabu), menjadi الكِتَابَ  (al kitaaba).

Kalimat yang bisa dii’rab disebut dengan mu’rab. Sedangkan kalimat yang tidak bisa dii’rab disebut mabni. Dengan kata lain, lawan dari mu’rab adalah mabni. Sebagian fi’il dan isim adalah mu’rab, sebagian lagi mabni. Isim mabni adalah isim yang dalam posisi apapun, tidak akan mengalami perubahan. Misalnya isim dhamir, ketika rafa’ kita membacanya dengan هُوَ, tidak akan pernah ditemukan bacaannya menjadi هُوِ, dan sebagainya.

Huruf hukumnya mabni, karena tidak akan berubah bacaannya dimanapun posisinya. Contohnya : وَ, tidak akan ditemukan bacaan وِ. Oleh sebab itu, huruf waw disebut “mabni ‘ala al fathi/ dibina atas fathah).

Mengapa bisa berubah?

Hal ini disebabkan karena alasan-alasan, seperti didahului huruf nashab, huruf jar, atau posisi kalimat tersebut, seperti sebagai mubtada’, khabar, dan lain sebagainya. Perubahan tersebut adakalanya secara lafadz, dan adakalanya taqdir.

Apa itu perubahan lafdzi dan taqdiri?

Perubahan lafdzi, yaitu perubahan yang terjadi dalam ucapan, bisa dilihat dan dirasakan perubahannya. Sedangkan perubahan taqdir tidak terlihat dan tidak dirasakan perubahannya.

Contoh perubahan lafdzi : قَالَ زَيْدٌ رَأَيْتُ زَيْدًا -  مَرَرْتُ بِزَيْدٍ

Perhatikan perubahan pada lafadz زَيْدٌ menjadi زَيْدًا. Dapat dilihat dan dirasakan ketika mengucapkannya.

Contoh perubahan taqdir : جَاءَ مُوْسَى رَأَيْتُ مُوْسَى مَرَرْتُ بِمُوْسَى

Pada contoh di atas, perubahan yang terjadi pada مُوْسَى  tidak terlihat dan tidak bisa dirasakan ketika mengucapkannya, meskipun posisi nya dalam suatu kalimat berubah-ubah. I’rab jenis ini ditemukan pada isim maqsur dan manqush. Masih ingat dengan dua istilah ini? Silakan lihat dan pahami lagi video yang sudah kita pelajari di awal-awal perkuliahan kemarin.

 

Pembagian I’rab

I’rab terbagi menjadi 4, yaitu rafa’, nashab, khafad dan jazm.

·         Rafa’ (رَفْعٌ)

Yaitu perubahan khusus yang ditandai dengan : dhammah (sebagai harakat asli), wawu, alif, dan nun (sebagai tanda pengganti).

Contoh :

الجَامِعَةُ وَاسِعَةٌ (pada kalimat al jaami’atu dan waasi’atun, tanda rafa’ nya adalah dhammah)

جَاءَ مُسْلِمُوْنَ (pada kalimat al muslimuuna, tanda rafa’ nya adalah huruf wawu)

 

      ·      Rafa’ memiliki empat tanda, dimana tanda-tanda tersebut digunakan pada tempat-                          tempat berikut:

ü  Dhammah : menjadi tanda bagi rafa’ pada isim mufrad, jamak taksir, jamak muannats salim dan fi’il mudhari’ mufrad.

ü  Wawu : menjadi tanda bagi rafa’ pada jamak mudzakkar salim dan al asma’ al khamsah (isim yang lima)

ü  Alif : menjadi tanda bagi rafa’ pada isim tasniyyah atau mutsanna.

ü  Nun : menjadi tanda bagi rafa’ pada fi’il mudhari’ yang lima (al af’al al khamsah),

·         Nashab

Memiliki lima tanda, dimana harakat aslinya adalah fathah.

ü  Fathah : menjadi tanda nashab pada isim mufrad, jamak taksir, dan fi’il mudhari’ mufrad yang didahului oleh salah satu amil nawasib (huruf-huruf nashab).

ü  Alif : menjadi tanda nashab pada isim yang lima (al asma’ al khamsah).

ü  Kasrah : menjadi tanda nashab pada jamak muannats salim.

ü  Ya : menjadi tanda nashab pada isim tasniyyah dan jamak mudzakkar salim.

ü  Hadzf nun/ menghilangkan nun : menjadi tanda nashab pada fi’il mudhari’ af’alul khamsah.

·         Khafad/jar

Khafad merupakan pembagian i’rab yang hanya terdapat pada isim, tidak ditemukan pada fi’il. Memiliki tiga tanda. Harakat aslinya adalah kasrah.

ü  Kasrah : menjadi tanda khafad pada isim mufrad munsharif, jamak taksir munsharif dan jamak muannats salim. Munsharif adalah isim yang boleh diberi tanwin.

ü  Ya : menjadi tanda khafad pada asma al khamsah, isim tasniyyah dan jamak mudzakkar salim.

ü  Fathah : menjadi tanda khafad pada isim alladzi la yansharifu (isim ghairu munsharif), yaitu isim yang tidak boleh diberi tanwin.

·         Jazm

Jazm merupakan pembagian i’rab yang hanya terdapat pada fi’il dan tidak akan ditemukan pada isim. Tanda jazm ada dua, yaitu :

ü  Sukun : menjadi tanda jazm pada fi’il mudhari’ mufrad yang shohih akhir. Fi’il yang shohih akhir adalah fi’il yang huruf akhirnya bukan merupakan huruf ilat (alif, waw dan ya).

ü  Hadzf : menjadi tanda jazm pada fi’il mudhari’ mufrad yang huruf akhirnya terdiri dari salah satu huruf ilat, atau dalam istilah sharf dikenal dengan fi’il mu’tal akhir.

 

Semoga bermanfaat.

Marhamah Ulfa

Bengkalis, 16 November 2020